Tampilkan postingan dengan label Sejarah Nian Tana. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sejarah Nian Tana. Tampilkan semua postingan

ATA GOAN SEBUAH BUKTI SEJARAH ISLAM DI KABUPATEN SIKKA

Colonial Portuguese Fortress of Solor

Nama Ata Goan yang mengandung pengertian Umat Islam, sudah membudaya dikalangan masyarakat Krowe dan Krowin, diperkirakan sejak abad ke-XVI. Nama Ata Goan mulai tergusur pada tahun 1990 yang tercatat dalam buku SIKKA KROWE I, tulisan Oscar P.Mandalangi. pembagian wilayah budaya dalam buku Sikka Krowe I ini, mengandung 3 kelainan sejarah nama wilayah Etnis yaitu Sikka Krowe, Ata Sikka Muhang, dan Ata Tidung Bajo. Sejak tahun 1990 para penulis dan Peneliti di kabupaten Sikka sudah terseret menggunakan nama-nama etnis yang mengandung kelainan sejarah ini. Dan karena nama-nama yang berasal dari sebuah pembelokan fakta sejarah, maka terjadilah kesimpangsiuran pembagian wilayah budaya, paling kurang sudah tercatat sebanyak 8 versi pembagian wilayah budaya di kabupaten Sikka. Masyarakat adat kabupaten Sikka sepertinya sudah kehilangan jati diri.

KERAJAAN KANGAE JATUH KE TANGAN BELANDA

Kangae adalah sebuah kerajaan tradisional, yang didirikan oleh Moa Bemu Aja, seorang keturunan RaE Raja asal dari Banggala-Siam Umalaju (Bangladesh) seputar tahun 900, wilayahnya mencakup wilayah Hook Hewer Kringa, Werang, Doreng, Waigete, Wolokoli, Hewokloang, Ili, Wetakara, Nele, Koting dan Nita, atau disebut Nulan Ular Tana Loran. Kerajaan KangaE mencatat 38 Raja Adat dan seorang Raja Koloni Belanda yakni Ratu Nai Juje (1902-1925).

Foto - Foto Raja dan Masyarakat Sikka Jaman Dulu

COLLECTION Tropenmuseum - Potret Don Josephus da Silva Raja Sikka dengan istrinya

Ternyata Dokumen sejarah dari Kerajaan Sikka masih tersimpan rapi di salah satu meseum Belanda. Berikut ini adalah sebagian dari foto Masyarakat Kabupaten Sikka diambil dari Foto jaman dahulu yang masih tersimpan dan saya temukan dengan tidak di sengaja saat membuat link pada web/blog ini.

BEMU AJA PENDIRI KERAJAAN KANGAE – ARADAE

[caption id="attachment_990" align="alignleft" width="120"] Longginus Diogo[/caption]

Kisah tradisi lisan warisan budaya Lepo Meken menuturkan kisah Moan Bemu Aja seorang keturunan dari Moan RaE Raja asal Buanggala (Benggala = Bangladesh). Moan Bemu Aja terdampar di soda Otang Watumilok. Sebuah Nuba Nunga milik Wolon Meken Detun.
Kisah itu tertuang dalam syair – syair adat berikut ini :

1. Wake Ratu Puku Nulu =Kuangkat Ratu perdana
Ama Raja Bano Wao =Ayahanda Raja Pemula
Ama Moan Bemu Aja =Ayahanda Bemu Aja
Ama RaE Raja Nian =Ayah dari buminya RaE Raja
Ratu Mitan Tawa Tana =Ratu pribumi asal -tanah
Meken Detun Wololaru =Meken Detun Wololaru
KangaE AradaE =KangaE AradaE

LAI MEKEN PEMIMPIN PERDANA TUAN TANA ASAL TANA DI MEKEN DETUN

Oleh LONGGINUS DIOGO

Longginus Diogo.Kisah Lai Meken Pemimpin Perdana Tuan Tana Asal Tana di Meken Detun ini terdapat dalam Naruk Duan Moan Latung Lawang Lepo Meken, didesa Meken Detun Kecamatan KangaE, Kabupaten Sikka. Dalam Latung Lawangnya disebut LAI MEKEN MOAN PUAN TANA PUAN TAWA TANA, selengkapnya dituturkan sebagai berikut :

Gu Wua Men Lai Lamen -Dan kulahirkan seorang putra
LAI MEKEN MOAN PUAN -LAI MEKEN PEMIMPIN PERDANA
TANA PUAN TAWA TANA -TUAN TANA ASAL TANA
Lai neper puan -Putra yang terampil
Nain due nein deri -Pewaris semua peninggalan
Doe nian ngen tana dadin -Penguasa wilayah dan negeri
Ei Mein Erin Meluk -Di Mein Erin yang elok

DUA KROWE MANUSIA ASAL TANAH DI MEKEN DETUN WOLOLARU

Kisah tradisi lisan lepo meken, desa Meken Detun, kecamatan Kangae, Kab. Sikka, bertutur tentang adanya DUA KROWE DUA TAWA TANA (dua krowe perempuan asal tanah ) di kawasan Meken Detun-Nuhan Ular Tana Loran. Dua krowe inilah menjadi leluhur pertama dari dua etnis penduduk asli di Nuhan Ular Tana Loran. Yaitu Etnis Krowe dan Etnis Krowin.

PULAU ULAR NAGA SAWARIA

[caption id="attachment_990" align="alignleft" width="117"] Longginus Diogo[/caption]

Pulau Ular Naga Sawaria adalah Sebuah nama pulau yang asing bagi masyarakat Indonesia, karma nama ini tidak ada dalam gugusan kepulauan Indonesia. Namun masyarakat Etnis Krowe memiliki kisah tradisi lisan (oraltradition) atau dalam bahasa Krowe disebut Duan Moan Latung Lawang yang mengisahkan kejadian Pulau Ular Naga Sawaria itu. Naruk Duan Moan Latung Lawang artinya kisah tentang peristiwa sejarah dan pemimpin masa lampau yang dituturkan secara puitis. Duan Moan Latung Lawang ini merupakan warisan budaya, yang diteruskan secara turun-temurun dalam garis keturunan suatu suku / marga. Antara lain warisan budaya kisah tradisi lisan dari Lepo Meken Bemu Aja di Meken Detun Wololaru Poma Pihak Watudaring Mei Erin Blata Tatin, Kecamatan Kangae, Kabupaten Sikka yang diterjemahkan sebagai berikut :

[caption id="attachment_993" align="alignright" width="300"] peta Kab. Sikka[/caption]

Pada awal mula di zaman purbakala
Ketika bumi ini belum tercipta
Alam jagat raya ini hanya diliputi air belaka
Dan berawal dari batu wadas di dasar air
Di kedalaman perut bumi yang kokoh bagai baja
Bertumbuh kembanglah terumbu karang
Dari wadas di kedalaman dasar air itu.
Namun masih terlihat ombang ambing
Tampak masih timbul dan tenggelam
Bagaikan belahan tempurung yang hanyut
Tampak melintang bagai bangkai seekor ular yang mati
Bagaikan seekor Ular Besar –Ular Naga Sawaria
Airpun mengalir memisahkan diri
Tampak gunung batu karang
Namun masih terombang-ambing
Timbul lalu tenggelam lagi
Dan datanglah Ayahhanda Burung Garuda
Membawa tanah dari matahari
Dikibas-kibasnya ke gunung karang Ilin Goran
Lalu datang pula Ibunda Rajawali
Membawa batu-batu dari bulan
Batu-batu itu ditumpuk susun pada tanah
Dan bumi pun matang bagai buah pisang tua
Dan tanah pun mengeras bagai batang “ OA “

Terjadilah 7 buah sungai, yang diapit delapam bukit
Dan terjadilah PULAU ULAR NAGA RAKSASA.
Demikian sebuah kisah legendaris tentang kejadian Pulau Ular Naga Sawaria, sebuah pulau yang bentuknya seperti seekor Ular Naga Raksasa. Pulau ini berasal dari terumbu karang yang tumbuh dari wadas yang berada di bawah kedalaman pusat perut bumi. Dan di kedalaman pusat perut bumi itu, para leluhur meyakini adanya INA NIAN TANA WAWA (IBU BUMI) sebagai SANG PENCIPTA. Pulau karang itu disirami dengan tanah yang berasal dari matahari dan ditumpuk susun dengan batu yang berasal dari bulan. Para Leluhur Etnis Krowe juga meyakini adanya AMA LERO WULAN RETA (BAPAK LANGIT), sebagai SANG PENGUASA DAN BUMI. Kisah legendaris ini makna simbolis, bahwa alam jagat raya ini adalah Cipataan Tuhan Yang Maha Esa dan dipelihara oleh Allah Yang Maha Kuasa.

RIWAYAT SINGKAT BANDARA WAIOTI & PELABUHAN LAUT SADANG BUI

Etimologi Wai Oti



Bandar Udara Wai Oti Maumere sebelumnya adalah pelabuhan udara kelas III sesuai Keputusan Menteri Perhubungan No. KM.50/OT/Phb-1978. Pada tahun 1983 sebutan PelabuhanUdara Wai Oti diganti menjadi Bandar Udara sesuai Keputusan Menteri Perhubungan Nomor: KM.68 Tahun 1983 dan selanjutnya disempurnakan lagi dengan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor: KM.4 Tahun 1995.
Nama Bandar Udara Wai Oti diambil dari nama Kampung yang berada di ujung landasan bagian utara pada Run Way 23. Kata Wai Oti merupakan paduan kata Wai yang berarti Air dan Oti yang berarti Biawak, jenis hewan reptile mirip buaya darat berukuran kecil. Di sisi Timur landasan pacu Bandara ini terdapat sebuah sungai kecil yang dulu dialiri air dan menjadi tempat hunian dari kawanan hewan dimaksud.

MENELUSURI JEJAK SEJARAH PASAR GELITING

pasar gelitingPasar Geliting adalah salah satu pasar tua di kabupaten Sikka yang terletak di Geliting ,kecamatan Kewapante,kabupaten sikka.Karena usianya yang sudah tua ini,maka beredarlah wacana bahwa di Tahun 2010 ini pasar Geliting mencapai usianya yang ke-100.Kebenaran wacana ini perlu di telusuri, karena sepanjang pengetahuan saya usia pasar Geliting,sudah lebih dari 100 tahun bahkan dapat di perkirakan sudah mencapai 150 tahun. Bersumber dari tuturan lisan yang saya timba dari kakek moan Mitan Nago, Om-om saya Moan Bapa,Moan Gain dan Moan Jeng dan dari sumber sejarah lokal NTT antara lain Sejarah Kebangkitan Nasional Daerah NTT,maka saya akan tulis topik " MENELUSURI JEJAK SEJARAH PASAR GELITING "

STRUKTUR PEMERINTAHAN ADAT LIO

[caption id="attachment_761" align="alignleft" width="150"] Para Mosalaki Lio[/caption]

Adat budaya merupakan tonggak dasar lahirnya sebuah budaya modern, lahirnya sebuah budaya baru tentu akan ditandai dengan berbagai perubahan. Mulai dari gaya bicara hingga perilaku. Demikian halnya dengan bentuk pemerintahan adat menjadi dasar terbentuknya model pemerintahan modern.
Akibat perubahan – perubahan yang terjadi kini Pemerintahan Adat itu mulai terlupakan, perlahan hilang dan kabur air. Walau sebagian mencoba untuk mempertahankan adat budaya dan pemerintahan adat itu, namun lebih banyak orang terlebih generasi muda yang tidak peduli dan bahkan sama sekali tidak memiliki upaya untuk mempertahan itu.
Menurut Paulus Depa, B.A. seorang mantan guru sejarah di SMA Sint Gabriel Maumere, tatanan budaya Pemerintahan Adat kini nyaris hilang dan tenggelam ke dalam dasar tanah terdalam yang adalah asal usul budaya itu sendiri.

PERJUANGAN KANILIMA

Kanilima Sebuah Gerakan Reformasi dan Forum Demokrasi
(Cuplikan dari buku KANGAE ARADAE, Penulis Longginus Diego))

Buku Longinus diego

Kanilima adalah sebuah organisasi kecil yang diambil dari nama daerah asal para tokoh yang tergabung didalamnya, yakni dari wilayah Kangae, Nita dan Lio – Maumere sehingga disingkat Kanilima.
Kanilima yang didirikan tahun 1948 hadir sebagai sebuah kelompok reformasi yang mendobrak tembok rezim feodal otoriter serta mengikis politik dominasi Sikka atau sikkanisasi. Mereka berjuang dengan tujuan membuka kran demokrasi di Kabupaten Sikka. Melalui sebuah peristiwa yang dikenal dengan Wai Oti Berdarah pada 04 Mei 1948, pentas demokrasi pun dimulai di Kabupaten Sikka.
Longginus Diogo, dalam buku Kisah Kerajaan Tradisional Kangae Arade, Nian Ratu Tawa Tanah (27/02/2009) menuturkan, menulis sejarah Kanilima bukan berarti mau mengungkit masa lampau, karena sejarah adalah sebuah studi dan pelajaran. Melalui sejarah, orang mempelajari masa lampau untuk menata masa depan yang lebih baik. Kanilima adalah sebuah sejarah, jadi perlu dikenal dan dipelajari.

Bandara Waioti berubah menjadi Bandara Frans Seda

bandara udara wai oti maumere
Di ruang Kulababong DPRD Sikka dalam rapat Paripurna tentang Penetapan pergantian nama Bandara Waioti dan Pemberian nama Pelabuhan Laut Maumere. DPRD Menyetujui pergantian nama bandara menjadi Bandara Frans Seda dan Pelabuhan Laut Sadang Bui menjadi Pelabuhan Lauren Say pada 25 Maret 2010
Dari laporan kunjungan kerja tim DPRD Sikka bahwa selama proses sosialisasi ke masyarakat masih terdapat Pro dan Kontra atas usulan pergantian nama tersebut.
Longginus Diogo- seorang guru dan pemerhati sejarah dari Kewapante menyatakan dukungannya terhadap pergantian nama Bandara Waioti menjadi Bandara Frans Seda sebagaimana yang disetujui oleh semua Fraksi di DPRD Sikka pada 25 Maret 2010 lalu. Menurut Diogo, Kloang Waioti yang kini menjadi kelurahan Waioti tetap menyandang nama Waioti. Dengan demikian, akunya, nama bandara yang diganti itu tetap disebutkan sebagai Bandara Frans Seda yang berada dalam wilayah Kelurahan Waioti atau kloang Waioti.

“Dalam konteks kebijakan pergantian nama bandara Waioti menjadi Bandara Frans Seda ini, sama sekali tidak memberangus keberadaan Waioti sebagai sebuah wilayah kesatuan adat warisan leluhur para warga Desa Watugong,” kata Diogo dalan siaran pers.
Pelabuhan Laut Sadang Biu MaumereDiogo menyampaikan hal ini menyusul adanya pendapat dan aspirasi wargha Watugong sebelumnya yang menolak rencana pergantian nama Bandara Waioti menjadi Bandara Frans Seda. Aspirasi penolakan ini disampaikan warga Watugong kepada anggota DPRD Sikka yang melakukan kunjungan kerja ke Desa itu pada bulan Maret.

“Jika kebijakan Pemkab Sikka hanya menggantikan nama Bandaranya, janganlah kita melakukan sumpah adat karena sumpah adat itu akan kembali kepada kita sendiri atau dalam bahasa adat disebut Padong Puat. Kita harus berhati-hati dan jeli melihat inti permasalahan dalam melakukan upacara sumpah adat. Karena intinya adalah pergantian nama Bandara, bukan bukan pergantian nama wilayah kesatuan adat. Nama Bandara Waioti baru muncul seputar tahun 1944, sedangkan nama Waioti sebagai wilayah adat sudah lahir sejak zaman asli tradisional,” kata Diogo.
Ditegaskannya, pergantian nama bandara,pelabuhan, dan jalan bukanlah hal yang baru dan tabu. Diakuinya, pada awalnya nama bandara didasari pada nama tempat bandara itu berada. Misalnya, Bandara Penfui. Dalam perjalanan sejarah nama bandara Penfui diganti dengan Bandara El Tari. Demikian pun Bandara Cengkareng diganti menjadi Bandara Soekarno-Hatta.
“Nama Penfui dan Cengkareng tetap eksis sebagai nama wilayah. Demikian pun keberadaan wilayah Waioti sebagai nama Kloang atau pun nama kelurahan, tidak akan terberangus oleh pergantian nama ini,” katanya.(top)

Pengantar Kamus dan Ensiklopedi Bahasa Sikka

esiklopedi bahasa sikka
Pengantar Kamus dan Ensiklopedi Bahasa Sikka
Kebudayaan manusia itu dibentuk antara lain melalui hasil proses belajar atau “learned”. Dikatakan demikian karena manusia itu pada dasarnya memiliki konsep-konsep abstrak yang dinyatakan dalam bentuk tanda dan simbol, dan salah satu simbol yang paling nyata dan praktis adalah bahasa, lewat mana manusia itu dapat belajar dan berkomunikasi. Kalau manusia itu dapat berbahasa maka hal itu berarti bahwa hanya manusia yang dapat menggunakan tanda dan simbol, dan oleh karena itu hanya manusia yang berbudaya.

FRANS SEDA,PANGLIMA PERANG RAKYAT RIABEWA TANA MEGO



Karakter seseorang dapat diketahui dari pintu rumah saat dia keluar dan beranjak pergi. Pepatah klasik ini menggambarkan bahwa rumah, tempat tumbuh-kembangnya perangkat nilai, moral serta semangat hidup yang dijalani para penghuninya menjadi kunci berkembangnya karakter/pribadi di tengah kehidupan yang luas dan bahkan bergejolak. Tata nilai dan moralitas yang yang dijalani secara konsisten dapat melahirkan pribadi yang unik, besar dan kharismatik dalam cara pandang dan karier. Pribadi semacam itu boleh disebut sebagai “sosok pencipta sejarah.” Apalagi mereka yang oleh karena latar budaya dan struktur adat dikukuhkan untuk jabatan tertentu. Baik karena kepribadian mereka yang kharismatik, kompetensi dan kemampuan yang dimiliki maupun karena mandat berdasarkan garis keturunan.

MENELUSURI JEJAK NAMA KERAJAAN KANGAE

Longginus Diogo, (Kisah Kerajaan Tradisional KangaE AradaE Nian Ratu Tawa Tana, 27/02/2009), menjelaskan bahwa Kerajaan KangaE AradaE adalah sebuah kerajaan tradisional di Nuhan Ular Tana Loran (di tengah pulau ular ; Nuhan Ular sebutan terhadap Pulau Flores), lahir dari sebuah kepurbakalaan sebagai roh kehidupan awal.

Kenyataan ini tersirat pada kisah tradisi lisannya (oral tradisional) atau dalam bahasa Krowe disebut “ Duan Moan Latung Lawang “ yang artinya kisah (cerita turun temurun dari orang tua) tentang pemimpin dan peristiwa masa lampau yang dituturkan dalam bentuk puisi.

SEKILAS KERAJAAN KANGAE

Kerajaan KangaE AradaE adalah sebuah kerajaan tradisional yang mempunyai “Olang Bekor” (tempat asal usul) di wilayah Meken Detun Wololaru Poma Pihak Watu Daring Mei Erin Blata Tatin, tepatnya di Nuhan Ular Tana Loran (ditengah Pulau Flores, Kabupaten Sikka minus Wilayah Muhan, Lio dan PaluE plus Hewa).
Kerajaan KangaE AradaE didirikan oleh Moan Bemu Aja, seorang keturunan Rae Raja asal Bangladesh yang mengungsi ke Sumatera. Pada tahun 900 an, Moan Bemu Aja adalah salah seorang yang ikut serta dalam armada Raja Bala Putra Dewa dari Kerajaan Sriwijaya. Armada ini dalam perjalanannya terdampar di Soda Otang Watumilok dan untuk sementara waktu mereka terpaksa mendiami Watumilok.

MENGENANG SEABAD PASAR "GO LIE TING" (Geliting)

nianalok

Maumere_ Sabtu, 27 Februari 2010, menelusuri catatan sejarah perihal asal muasal pasar Go Lie Ting tidaklah mudah, apalagi perjalanan sejarah itu sudah berlangsung seabad lalu. Sebagai orang muda yang mau belajar dari catatan sejarah, kami mencoba untuk menemui tokoh lokal di Kecamatan Kewapante.

TAHUN 2010 PASAR GELITING MENCAPAI USIA 100 TAHUN

DSC 0200
PASAR, dalam bahasa Sikka disebut Regang. Arti harafiahnya bertemu. Istilah kata ini bermakna pertemuan antara penjual dan pembali. Lebih dalam dari itu ada sebuah ungkapan tentang bentuk interaksi social dalam kehidupan bermasyarakat untuk merekatkan kebersamaan, persaudaraan, dan rasa kekeluargaan. Itulah makna dan manfaat pasar tempo doeloe yang masih dirasakan hingga sekarang.

Suku Bajo:Tali Kerukunan untuk Sikka

[caption id="attachment_340" align="alignnone" width="229"] Rumah Panggung, bentuk rumah suku bajo yang dapat di temui di kampung Wuring. (foto:topan)[/caption]

Tidak banyak warga kabupaten Sikka yang tahu mengenai penyebaran suku Bajo di kabupaten Sikka. Tim redaksi maumere OnLine pun belum menemukan sumber pustaka yang cukup pasti menyebutkan kapan suku Bajo ini untuk pertama kali mendiami nian Alok. Raja Sikka, Don Thomas (1920-1942) yang memindahkan ibunegeri kerajaan Sikka ke Maumere memberi tempat khusus bagi warga Bugis dan Tionghoa untuk bermukim di pesisir pantai Maumere.

DON THOMAS, L. SAY, FRANS SEDA

[caption id="" align="alignright" width="240"]English: Portrait of Don Jozef Thomas Ximenes ... English: Portrait of Don Jozef Thomas Ximenes da Silva, Raja of Sikka Nederlands: Foto. Portret van Don Jozef Thomas Ximenes da Silva, Raja van Sikka (Photo credit: Wikipedia)[/caption]

DALAM catatan sejarah perjalanan Kabupaten Sikka, bandar udara (bandara) Maumere yang terletak di sebuah “klo’ang” bernama Waioti, mulai dibangun pada masa pemerintahan militerisme Jepang, tahun 1943-1944. Tatkala itu, Don Yosephus Thomas Ximenes da Silva (1895-1954), Raja Sikka ke-15 (1920-1954) bertindak menunjuk lokasinya dan mengerahkan rakyat dari kampung-kampung secara bergilir turun bekerja membangun landasan udara yang hendak digunakan penguasa Jepang untuk kepentingan militer dan perang.