Tampilkan postingan dengan label Kerajaan Kangae. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kerajaan Kangae. Tampilkan semua postingan

KERAJAAN KANGAE JATUH KE TANGAN BELANDA

Kangae adalah sebuah kerajaan tradisional, yang didirikan oleh Moa Bemu Aja, seorang keturunan RaE Raja asal dari Banggala-Siam Umalaju (Bangladesh) seputar tahun 900, wilayahnya mencakup wilayah Hook Hewer Kringa, Werang, Doreng, Waigete, Wolokoli, Hewokloang, Ili, Wetakara, Nele, Koting dan Nita, atau disebut Nulan Ular Tana Loran. Kerajaan KangaE mencatat 38 Raja Adat dan seorang Raja Koloni Belanda yakni Ratu Nai Juje (1902-1925).

BEMU AJA PENDIRI KERAJAAN KANGAE – ARADAE

[caption id="attachment_990" align="alignleft" width="120"] Longginus Diogo[/caption]

Kisah tradisi lisan warisan budaya Lepo Meken menuturkan kisah Moan Bemu Aja seorang keturunan dari Moan RaE Raja asal Buanggala (Benggala = Bangladesh). Moan Bemu Aja terdampar di soda Otang Watumilok. Sebuah Nuba Nunga milik Wolon Meken Detun.
Kisah itu tertuang dalam syair – syair adat berikut ini :

1. Wake Ratu Puku Nulu =Kuangkat Ratu perdana
Ama Raja Bano Wao =Ayahanda Raja Pemula
Ama Moan Bemu Aja =Ayahanda Bemu Aja
Ama RaE Raja Nian =Ayah dari buminya RaE Raja
Ratu Mitan Tawa Tana =Ratu pribumi asal -tanah
Meken Detun Wololaru =Meken Detun Wololaru
KangaE AradaE =KangaE AradaE

PERJUANGAN KANILIMA

Kanilima Sebuah Gerakan Reformasi dan Forum Demokrasi
(Cuplikan dari buku KANGAE ARADAE, Penulis Longginus Diego))

Buku Longinus diego

Kanilima adalah sebuah organisasi kecil yang diambil dari nama daerah asal para tokoh yang tergabung didalamnya, yakni dari wilayah Kangae, Nita dan Lio – Maumere sehingga disingkat Kanilima.
Kanilima yang didirikan tahun 1948 hadir sebagai sebuah kelompok reformasi yang mendobrak tembok rezim feodal otoriter serta mengikis politik dominasi Sikka atau sikkanisasi. Mereka berjuang dengan tujuan membuka kran demokrasi di Kabupaten Sikka. Melalui sebuah peristiwa yang dikenal dengan Wai Oti Berdarah pada 04 Mei 1948, pentas demokrasi pun dimulai di Kabupaten Sikka.
Longginus Diogo, dalam buku Kisah Kerajaan Tradisional Kangae Arade, Nian Ratu Tawa Tanah (27/02/2009) menuturkan, menulis sejarah Kanilima bukan berarti mau mengungkit masa lampau, karena sejarah adalah sebuah studi dan pelajaran. Melalui sejarah, orang mempelajari masa lampau untuk menata masa depan yang lebih baik. Kanilima adalah sebuah sejarah, jadi perlu dikenal dan dipelajari.

MENELUSURI JEJAK NAMA KERAJAAN KANGAE

Longginus Diogo, (Kisah Kerajaan Tradisional KangaE AradaE Nian Ratu Tawa Tana, 27/02/2009), menjelaskan bahwa Kerajaan KangaE AradaE adalah sebuah kerajaan tradisional di Nuhan Ular Tana Loran (di tengah pulau ular ; Nuhan Ular sebutan terhadap Pulau Flores), lahir dari sebuah kepurbakalaan sebagai roh kehidupan awal.

Kenyataan ini tersirat pada kisah tradisi lisannya (oral tradisional) atau dalam bahasa Krowe disebut “ Duan Moan Latung Lawang “ yang artinya kisah (cerita turun temurun dari orang tua) tentang pemimpin dan peristiwa masa lampau yang dituturkan dalam bentuk puisi.

SEKILAS KERAJAAN KANGAE

Kerajaan KangaE AradaE adalah sebuah kerajaan tradisional yang mempunyai “Olang Bekor” (tempat asal usul) di wilayah Meken Detun Wololaru Poma Pihak Watu Daring Mei Erin Blata Tatin, tepatnya di Nuhan Ular Tana Loran (ditengah Pulau Flores, Kabupaten Sikka minus Wilayah Muhan, Lio dan PaluE plus Hewa).
Kerajaan KangaE AradaE didirikan oleh Moan Bemu Aja, seorang keturunan Rae Raja asal Bangladesh yang mengungsi ke Sumatera. Pada tahun 900 an, Moan Bemu Aja adalah salah seorang yang ikut serta dalam armada Raja Bala Putra Dewa dari Kerajaan Sriwijaya. Armada ini dalam perjalanannya terdampar di Soda Otang Watumilok dan untuk sementara waktu mereka terpaksa mendiami Watumilok.

TAHUN 2010 PASAR GELITING MENCAPAI USIA 100 TAHUN

DSC 0200
PASAR, dalam bahasa Sikka disebut Regang. Arti harafiahnya bertemu. Istilah kata ini bermakna pertemuan antara penjual dan pembali. Lebih dalam dari itu ada sebuah ungkapan tentang bentuk interaksi social dalam kehidupan bermasyarakat untuk merekatkan kebersamaan, persaudaraan, dan rasa kekeluargaan. Itulah makna dan manfaat pasar tempo doeloe yang masih dirasakan hingga sekarang.