Bandara Waioti berubah menjadi Bandara Frans Seda

bandara udara wai oti maumere
Di ruang Kulababong DPRD Sikka dalam rapat Paripurna tentang Penetapan pergantian nama Bandara Waioti dan Pemberian nama Pelabuhan Laut Maumere. DPRD Menyetujui pergantian nama bandara menjadi Bandara Frans Seda dan Pelabuhan Laut Sadang Bui menjadi Pelabuhan Lauren Say pada 25 Maret 2010
Dari laporan kunjungan kerja tim DPRD Sikka bahwa selama proses sosialisasi ke masyarakat masih terdapat Pro dan Kontra atas usulan pergantian nama tersebut.
Longginus Diogo- seorang guru dan pemerhati sejarah dari Kewapante menyatakan dukungannya terhadap pergantian nama Bandara Waioti menjadi Bandara Frans Seda sebagaimana yang disetujui oleh semua Fraksi di DPRD Sikka pada 25 Maret 2010 lalu. Menurut Diogo, Kloang Waioti yang kini menjadi kelurahan Waioti tetap menyandang nama Waioti. Dengan demikian, akunya, nama bandara yang diganti itu tetap disebutkan sebagai Bandara Frans Seda yang berada dalam wilayah Kelurahan Waioti atau kloang Waioti.

“Dalam konteks kebijakan pergantian nama bandara Waioti menjadi Bandara Frans Seda ini, sama sekali tidak memberangus keberadaan Waioti sebagai sebuah wilayah kesatuan adat warisan leluhur para warga Desa Watugong,” kata Diogo dalan siaran pers.
Pelabuhan Laut Sadang Biu MaumereDiogo menyampaikan hal ini menyusul adanya pendapat dan aspirasi wargha Watugong sebelumnya yang menolak rencana pergantian nama Bandara Waioti menjadi Bandara Frans Seda. Aspirasi penolakan ini disampaikan warga Watugong kepada anggota DPRD Sikka yang melakukan kunjungan kerja ke Desa itu pada bulan Maret.

“Jika kebijakan Pemkab Sikka hanya menggantikan nama Bandaranya, janganlah kita melakukan sumpah adat karena sumpah adat itu akan kembali kepada kita sendiri atau dalam bahasa adat disebut Padong Puat. Kita harus berhati-hati dan jeli melihat inti permasalahan dalam melakukan upacara sumpah adat. Karena intinya adalah pergantian nama Bandara, bukan bukan pergantian nama wilayah kesatuan adat. Nama Bandara Waioti baru muncul seputar tahun 1944, sedangkan nama Waioti sebagai wilayah adat sudah lahir sejak zaman asli tradisional,” kata Diogo.
Ditegaskannya, pergantian nama bandara,pelabuhan, dan jalan bukanlah hal yang baru dan tabu. Diakuinya, pada awalnya nama bandara didasari pada nama tempat bandara itu berada. Misalnya, Bandara Penfui. Dalam perjalanan sejarah nama bandara Penfui diganti dengan Bandara El Tari. Demikian pun Bandara Cengkareng diganti menjadi Bandara Soekarno-Hatta.
“Nama Penfui dan Cengkareng tetap eksis sebagai nama wilayah. Demikian pun keberadaan wilayah Waioti sebagai nama Kloang atau pun nama kelurahan, tidak akan terberangus oleh pergantian nama ini,” katanya.(top)

1 komentar:

  1. DPRD Sikka jangan terlalu napsu memutuskan dulu kalau masih banyak pro-kontra dalam masyarakat terkait usul mengganti nama Bandara Waioti !!!

    BalasHapus