Etimologi Wai Oti
Bandar Udara Wai Oti Maumere sebelumnya adalah pelabuhan udara kelas III sesuai Keputusan Menteri Perhubungan No. KM.50/OT/Phb-1978. Pada tahun 1983 sebutan PelabuhanUdara Wai Oti diganti menjadi Bandar Udara sesuai Keputusan Menteri Perhubungan Nomor: KM.68 Tahun 1983 dan selanjutnya disempurnakan lagi dengan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor: KM.4 Tahun 1995.
Nama Bandar Udara Wai Oti diambil dari nama Kampung yang berada di ujung landasan bagian utara pada Run Way 23. Kata Wai Oti merupakan paduan kata Wai yang berarti Air dan Oti yang berarti Biawak, jenis hewan reptile mirip buaya darat berukuran kecil. Di sisi Timur landasan pacu Bandara ini terdapat sebuah sungai kecil yang dulu dialiri air dan menjadi tempat hunian dari kawanan hewan dimaksud.
Berawal dari Landasan Batu
Pembangunan landasan di mulai pada tahun 1942=1943, oleh pasukan Jepang yang bekerja sama dengan otoritas Kerajaan Sikka, Raja Don Thomas Ximenes da Silva yang mempekerjakan rakyat Sikka dari masing-masing Hamente. Upah yang dibayarkan kepada para pekerja waktu itu sebesar Rp.3,- perorang. Cara pembuatan landasannya adalah dengan menggali tana sepanjang 1.470 meter, lebar 30 meter dengan kedalaman antara 50 – 60 cm. Pada galian itu disusun batu sebesar buah kelapa kemudian ditimbun kembali.
Untuk Kepentingan Perang dan Negeri Merdeka
Pengoperasian peawat terbang di Bandar Udara pada jaman Jepang dilaksanakan demi kepentingan perang dengan menggunakan pesawat jenis HERON dan pesawat tempur lainnya. Pada tahun 1947 Perusahaan Penerbangan Belanda (KLM) membuka jalur penerbangan dengan menggunakan pesawat jenis DAKOTA (DC.3). Antara tahun 1952 sampai dengan awal tahun 1969, Perusahan Penerbangan Garuda Indonesia Airways (GIA) membuka jalur penerbangan ke kota Maumere dengan menggunakan pesawat DAKOTA (DC.3). Pada tahun 1969 perusahaan penerbangan PT. Merpati Nusantara Airlines (MNA) membukan jalur penerbangan dengan menggunakan pesawat DAKOTA, kemudian HS=748 dan Foker 27, Foker 100 hingga saat ini.
Lima tahun kemudian, yakni pada tahun 1973 menyusul perusahaan penerbangan PT. Zamrud membuka jalur penerbangannya dengan menggunakan pesawat DAKOTA (DC.3) dan berjalan hanya dalam tempo dua tahun saja. Bersamaan itu pula perusahaan penerbangan PT. Dirgantara Air Service (DAS) juga membuka jalur penerbangan dengan menggunakan pesawat Britten Norman.
Pada tahun 1982 Perusahaan Penerbangan PT. Bouraq Indonesia membuka jalur penerbangan ke Maumere menggunakan pesawat HS 748. Tahun 1998 PT.Bouraq menghentikan jalur penerbangannya ke Maumere.
Seiring dengan kebijakan pengembangan dan pemeliharaan bandara Wai Oti menjadi bandara terbesar di Flores, maka semakin bertambah pula jumlah maskapai penerbangan nasional yang melirik untuk menyinggahi kota Maumere. Kota ini pun lantas menjadi gerbang bagi arus penumpang dari Jakarta, Surabaya, Denpasar, Kupang ke Maumere. Pada bulan Agustus 2005 PT. Trans Nusa menggunakan pesawat carteran milik PT. Riau Airlines dan Trigana, membuka jalur penerbangan di NTT dengan menggunakan pesawat jenis F. 50 dan ATR 42. Selain itu, perusahaan Pelita Air Service, juga pernah membuka jalur penerbangan dengan menyinggahi Bandara Wai Oti menggunakan pesawat jenis F. 28 namun hanya berlangsung beberapa bulan.
Pada awal tahun 2010 Perusahaan Penerbangan Batavia Air membuka jalur penerbangan dengan menggunakan pesawat Boeing 737 seri 300. Tanggal 9 Juli 2010 Perusahaan Penerbangan Wings Air membuka jalur penerbangan dengan menggunakan pesawat ATR 72.
Selain pesawat perusahaan penerbangan, landasan Bandara Wai Oti juga digunakan oleh Pesawat milik AURI (TNI AU) dengan mengoperasikan pesawat Fokker 27 dan jenis pesawat besar lainnya seperti Hercules C = 130, bahkan jenis super Hercules C – 130 pada saat kunjungan Paus Yohanes Paulus II dan Pengangkutan Patung Kristus Raja. Jenis pesawat yang sama juga dioperasikan dengan menyinggahi Bandara Wai Oti untuk berbagai kepentingan pemerintah dan masyarakat antara lain, pendropingan bahan bantuan Presiden seperti bibit kelapa Hybrida, Operasi bantuan bencana alam Gempa Bumi Tektonik 1992. Pada tahun 1982, Bandara Wai Oti disinggahi dua pesawat jenis Fokker 28, saat kunjungan Menteri Pertambangan RI Bapak Subroto dalam kunjungan kerja meresmikan Depot Pertamina Maumere.
Wai Oti Pasca Peninggalan Jepang
Pengelolaan dan perawatan Bandara Wai Oti setelah peninggalan Jepang dilaksanakan oleh Raja Sikka DON THOMAS XIMENES DA SILVA bersama pihak Penerbangan Belanda (KLM) dipimpin Bapak Frans Kaunang.
Pada saat pembentukan Swapraja Sikka, pengelolaan dan perawatannya diserahkan pada Dinas Pekerjaan Umum (DPU). Pada tahun 1960 dibentuk Jawatan Penerbangan Sipil (sekarang Direktorat Jenderal Perhubungan Udara). Selanjutnya Bandara Wai Oti dibenahi dan dikembangkan terus sehingga menjadi landasan pacu yang semakin layak. Pengembangan tahap I dilaksanakan dengan Pembangunan Gedung Terminal. Pembangunannya dilaksanakan berkat bantuan dari Bapak Drs. Frans Seda pada tahun 1970. disusul Pembangunan Tower pada tahun 1971-1972 melalui dana Proyek Pelita. Tahapan pengembangan Bandara ini terus berjalan hingga saat ini guna mendukung arus penumpang dan barang.
Adapun kegiatan pembangunan perluasan dan perpanjangan Landasan dari 1.470 m menjadi 1.850 m. Pembebasan tanah untuk perpanjangan landasan Bandara ini dibiayai oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Sikka pada tahun 1997/1998 agar bandara ini bisa didarati Pesawat Fokker 28. bersamaan dengan itu dibangun pula fasilitas terminal penumpang dan beberapa fasilitas penting untuk keselamatan penerbangan seperti DME (Distance Measuring Equipment) dan DVOR (Very Omnidirectional Radio Range). Dengan demikian Landasan Pacu Bandara Wai Oti telah mengalami beberapa kali Overlay sehingga kualitasnya layak untuk didiarati pesawat berbadan lebar. Saat ini peningkatan kualitas landasan pacu Bandara Wai Oti telah mencapai standar 19 PCN (92.000 Lbs) dan dapat didarati pesawat berbadan lebar seperti Boeing 737 seri 200 dan sejenisnya.
KILASAN SEJARAH PELABUHAN MAUMERE
Sampai pada pertengahan tahun 2010, nama popular yang biasanya digunakan untuk Pelabuhan Maumere adalah “Pelabuhan Sadang Bui”. Penggunaan istilah ini pada dasarnya mempermudah pemahaman masyarakat tentang sebuah arena tepi laut yang tampan dan strategis yang selalu siap secara permanen untuk difungsikan sebagai tambatan bagi datang dan perginya sarana transportasi laut seperti kapal dan perahu.
Berbenah untuk Kelayakan Berlabuh
Pelabuhan Maumere adalah pintu gerbang arus perdagangan dan perekonomian antar pulau bagi masyarakat kabupaten Sikka dan beberapa kabupaten tetangga. Pada tahun 1964 Pelabuhan Maumere resmi di buka menjadi Pelabuhan Umum dengan status Perusahaan Badan Usaha Pelabuhan (Perusahaan Negara - PN) untuk melayani semua masyarakat.
Menjawabi tuntutan tersebut maka pada tahun 1965 batas-batas tanah Pelabuhan diserahkan kepada Perusahaan Negara (PN).
Pada tahun 1967, tahun pertama masa jabatan Bupati L. Say, untuk pertama kali dibangun jembatan/dermaga sepanjang 10 m. Pembangunan ini dilaksanakan oleh Perusahaan Negara yang bekerja sama dengan Pemerintah Daerah Tk. II Sikka. Usai tahapan ini, kapal-kapal dan perahu layar dapat bertambat atau berlabuh dan melakukan kegiatan bongkar/muat barang serta turun-naiknya penumpang.
Tahun 1974 Kantor Pelabuhan dibangun secara permanen. Berdasarkan PP Nomor : 58 tahun 1991 Pemerintah mengubah bentuk badan hukum dari PN menjadi berbentuk PERUM Pelabuhan; dan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor ; KM.47 tahun 2004 tentang Pelabuhan Laut yang diselenggarakan/dioperasikan oleh PT.(PERSERO) Pelabuhan Indonesia III. Di Propinsi Nusa Tenggara Timur pada waktu itu ada 6 Pelabuhan yaitu Pelabuhan Tenau-Kupang, Waingapu Sumba Timur, Ende, Maumere-Sikka dan Kalabahi-Alor termasuk pelabuhan laut yang diusahakan perubahan bentuk dan statusnya dalam wilayah oprasional tersebut.
Keputusan Direksi Nomor : 724/KPTS.BL.382/P-92 tanggal 23 Desember 1992 menetapankan Pelabuhan Maumere sebagai Pelabuhan Cabang kls IV di bawah Manajemen PT. Pelabuhan Indonesia III (Persero). Surabaya. Selanjutnya pada tahun 1992 Pengelolaan Pelabuhan berubah menjadi perseroan terbatas PT.(PERSERO) Pelabuhan Indonesia III. Kantor Pusat Direksi berkedudukan di Surabaya.
Strategis, Lengkap dan Nyaman
Pelabuhan Maumere terletak pada posisi geograpi :08° 37´ 08″ dan 112° 13´ 00″ BT, Pelabuhan ini terletak di Propinsi Nusa Tenggara Timur Kabupaten Sikka -Maumere.
Kondisi hydro oceanografi. DLKR / DLKP Pelabuhan Maumere adalah sbb:
Pasang tertinggi : ± 2,00 LWS
Duduk tengah : ± 1,00 LWS
Muka Air rendah : ± 0,00 LWS
Gelombang Rata-rata : ± 0,50 m
Kecepatan arus dan angin : ± 7m/det dan 7,5 m/det
Arah arus dan angin : Selatan dan Utara / Barat daya.
Kedalaman kolam Pelabuhan : -8m LWS s/d -11 m Lws.
Kondisi inilah yangsangat memungkinkan Pelabuhan Maumere menjadi sebuah pelabuhan yang strategis dan nyaman untuk disinggahi. Selain posisi geografi dan hydro oceanografi, pelabuhan ini telah dilengkapi dengan sejumlah fasilitas antara lain: Dermaga 3 buah masing-masing L.15 m P. 60 m; Trestel panjang masing-masing 10 m; Bak reserpoie 2 buah masing-masing berkapasitas 300 m2; Terminal penumpang 2 buah dengan kafasitas tempat duduk masing-masing 300 kursi; dan Lapangan penumpukan seluas 4.500 m2.
Dermaga Pelabuhan Maumere dapat disandari kapal-kapal yang berukuran 20.000 GT
Dalam Program Jangka Panjang, PT. Pelabuhan Indonesia III (PERSERO) Cabang Maumere akan menambah Dermaga dan Lapangan Penumpukan untuk pelayanan operasional pelayanan mengingat semakin tahun pelabuhan maumere semakin padat disinggahi kapal perahu layar dan sarana tranportasi tradisional milik pelaut dan nelayan.
Berpacu dalam Visi dan Misi
VISI dan MISI PT.Pelabuhan Indonesia III (PERSERO) tahun 2010 adalah sebagai berikut :
Visi : Menjadi pelaku penyedia jasa kepelabuhanan yang prima berkomitmen untuk memacu integrasi logistik nasional.
Misi :
Menjamin penyediaan jasa pelayanan yang prima yang melampaui standar yang berlaku secara konsisten.
Memacu kesinambungan daya saing industri nasional melalui biaya logistik yang kompetitif.
Memenuhi harapan stake holders melalui prinsip kesetaraan dan tata kelola perusahaan yang baik (GCG)
Menjadikan SDM yang kompeten, berkinerja handal dan berbudi pekerti luhur.
Mendukung perolehan devisa Negara dengan memperlancar arus perdagangan.
Hinterlan
Perkembangan pelabuhan secara umum tidak terlepas dari pengaruh hinterland yang dapat berakses langsung ke pelabuhan seperti fasilitas transportasi, yang menghubungkan daerah-daerah di dalam kabupaten Sikka maupun antar kabupaten, hasil komoditi, pertanian, perikanan, industri, jumlah penduduk, dan tingkat kesejahreraan masyarakat Hinterlan yang dapat langsung mempengaruhi Perkembangan arus kunjungan kapal di Pelabuhan L.say Maumere sampai sekarang ini masih rendah sehingga apabila dibandingkan dengan daerah lain, walaupun Pelabuhan Maumere pada saat ini, belum banyak para investor yang melirik namun, tetap optimis, diharapkan pada tahun-tahun yang akan datang dapat bersaing dengan Pelabuhan-pelabuhan yang lain.(sumber: Humas & Pembangunan Setda Kab. Sikka)
Bandar Udara Wai Oti Maumere sebelumnya adalah pelabuhan udara kelas III sesuai Keputusan Menteri Perhubungan No. KM.50/OT/Phb-1978. Pada tahun 1983 sebutan PelabuhanUdara Wai Oti diganti menjadi Bandar Udara sesuai Keputusan Menteri Perhubungan Nomor: KM.68 Tahun 1983 dan selanjutnya disempurnakan lagi dengan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor: KM.4 Tahun 1995.
Nama Bandar Udara Wai Oti diambil dari nama Kampung yang berada di ujung landasan bagian utara pada Run Way 23. Kata Wai Oti merupakan paduan kata Wai yang berarti Air dan Oti yang berarti Biawak, jenis hewan reptile mirip buaya darat berukuran kecil. Di sisi Timur landasan pacu Bandara ini terdapat sebuah sungai kecil yang dulu dialiri air dan menjadi tempat hunian dari kawanan hewan dimaksud.
Berawal dari Landasan Batu
Pembangunan landasan di mulai pada tahun 1942=1943, oleh pasukan Jepang yang bekerja sama dengan otoritas Kerajaan Sikka, Raja Don Thomas Ximenes da Silva yang mempekerjakan rakyat Sikka dari masing-masing Hamente. Upah yang dibayarkan kepada para pekerja waktu itu sebesar Rp.3,- perorang. Cara pembuatan landasannya adalah dengan menggali tana sepanjang 1.470 meter, lebar 30 meter dengan kedalaman antara 50 – 60 cm. Pada galian itu disusun batu sebesar buah kelapa kemudian ditimbun kembali.
Untuk Kepentingan Perang dan Negeri Merdeka
Pengoperasian peawat terbang di Bandar Udara pada jaman Jepang dilaksanakan demi kepentingan perang dengan menggunakan pesawat jenis HERON dan pesawat tempur lainnya. Pada tahun 1947 Perusahaan Penerbangan Belanda (KLM) membuka jalur penerbangan dengan menggunakan pesawat jenis DAKOTA (DC.3). Antara tahun 1952 sampai dengan awal tahun 1969, Perusahan Penerbangan Garuda Indonesia Airways (GIA) membuka jalur penerbangan ke kota Maumere dengan menggunakan pesawat DAKOTA (DC.3). Pada tahun 1969 perusahaan penerbangan PT. Merpati Nusantara Airlines (MNA) membukan jalur penerbangan dengan menggunakan pesawat DAKOTA, kemudian HS=748 dan Foker 27, Foker 100 hingga saat ini.
Lima tahun kemudian, yakni pada tahun 1973 menyusul perusahaan penerbangan PT. Zamrud membuka jalur penerbangannya dengan menggunakan pesawat DAKOTA (DC.3) dan berjalan hanya dalam tempo dua tahun saja. Bersamaan itu pula perusahaan penerbangan PT. Dirgantara Air Service (DAS) juga membuka jalur penerbangan dengan menggunakan pesawat Britten Norman.
Pada tahun 1982 Perusahaan Penerbangan PT. Bouraq Indonesia membuka jalur penerbangan ke Maumere menggunakan pesawat HS 748. Tahun 1998 PT.Bouraq menghentikan jalur penerbangannya ke Maumere.
Seiring dengan kebijakan pengembangan dan pemeliharaan bandara Wai Oti menjadi bandara terbesar di Flores, maka semakin bertambah pula jumlah maskapai penerbangan nasional yang melirik untuk menyinggahi kota Maumere. Kota ini pun lantas menjadi gerbang bagi arus penumpang dari Jakarta, Surabaya, Denpasar, Kupang ke Maumere. Pada bulan Agustus 2005 PT. Trans Nusa menggunakan pesawat carteran milik PT. Riau Airlines dan Trigana, membuka jalur penerbangan di NTT dengan menggunakan pesawat jenis F. 50 dan ATR 42. Selain itu, perusahaan Pelita Air Service, juga pernah membuka jalur penerbangan dengan menyinggahi Bandara Wai Oti menggunakan pesawat jenis F. 28 namun hanya berlangsung beberapa bulan.
Pada awal tahun 2010 Perusahaan Penerbangan Batavia Air membuka jalur penerbangan dengan menggunakan pesawat Boeing 737 seri 300. Tanggal 9 Juli 2010 Perusahaan Penerbangan Wings Air membuka jalur penerbangan dengan menggunakan pesawat ATR 72.
Selain pesawat perusahaan penerbangan, landasan Bandara Wai Oti juga digunakan oleh Pesawat milik AURI (TNI AU) dengan mengoperasikan pesawat Fokker 27 dan jenis pesawat besar lainnya seperti Hercules C = 130, bahkan jenis super Hercules C – 130 pada saat kunjungan Paus Yohanes Paulus II dan Pengangkutan Patung Kristus Raja. Jenis pesawat yang sama juga dioperasikan dengan menyinggahi Bandara Wai Oti untuk berbagai kepentingan pemerintah dan masyarakat antara lain, pendropingan bahan bantuan Presiden seperti bibit kelapa Hybrida, Operasi bantuan bencana alam Gempa Bumi Tektonik 1992. Pada tahun 1982, Bandara Wai Oti disinggahi dua pesawat jenis Fokker 28, saat kunjungan Menteri Pertambangan RI Bapak Subroto dalam kunjungan kerja meresmikan Depot Pertamina Maumere.
Wai Oti Pasca Peninggalan Jepang
Pengelolaan dan perawatan Bandara Wai Oti setelah peninggalan Jepang dilaksanakan oleh Raja Sikka DON THOMAS XIMENES DA SILVA bersama pihak Penerbangan Belanda (KLM) dipimpin Bapak Frans Kaunang.
Pada saat pembentukan Swapraja Sikka, pengelolaan dan perawatannya diserahkan pada Dinas Pekerjaan Umum (DPU). Pada tahun 1960 dibentuk Jawatan Penerbangan Sipil (sekarang Direktorat Jenderal Perhubungan Udara). Selanjutnya Bandara Wai Oti dibenahi dan dikembangkan terus sehingga menjadi landasan pacu yang semakin layak. Pengembangan tahap I dilaksanakan dengan Pembangunan Gedung Terminal. Pembangunannya dilaksanakan berkat bantuan dari Bapak Drs. Frans Seda pada tahun 1970. disusul Pembangunan Tower pada tahun 1971-1972 melalui dana Proyek Pelita. Tahapan pengembangan Bandara ini terus berjalan hingga saat ini guna mendukung arus penumpang dan barang.
Adapun kegiatan pembangunan perluasan dan perpanjangan Landasan dari 1.470 m menjadi 1.850 m. Pembebasan tanah untuk perpanjangan landasan Bandara ini dibiayai oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Sikka pada tahun 1997/1998 agar bandara ini bisa didarati Pesawat Fokker 28. bersamaan dengan itu dibangun pula fasilitas terminal penumpang dan beberapa fasilitas penting untuk keselamatan penerbangan seperti DME (Distance Measuring Equipment) dan DVOR (Very Omnidirectional Radio Range). Dengan demikian Landasan Pacu Bandara Wai Oti telah mengalami beberapa kali Overlay sehingga kualitasnya layak untuk didiarati pesawat berbadan lebar. Saat ini peningkatan kualitas landasan pacu Bandara Wai Oti telah mencapai standar 19 PCN (92.000 Lbs) dan dapat didarati pesawat berbadan lebar seperti Boeing 737 seri 200 dan sejenisnya.
KILASAN SEJARAH PELABUHAN MAUMERE
Sampai pada pertengahan tahun 2010, nama popular yang biasanya digunakan untuk Pelabuhan Maumere adalah “Pelabuhan Sadang Bui”. Penggunaan istilah ini pada dasarnya mempermudah pemahaman masyarakat tentang sebuah arena tepi laut yang tampan dan strategis yang selalu siap secara permanen untuk difungsikan sebagai tambatan bagi datang dan perginya sarana transportasi laut seperti kapal dan perahu.
Berbenah untuk Kelayakan Berlabuh
Pelabuhan Maumere adalah pintu gerbang arus perdagangan dan perekonomian antar pulau bagi masyarakat kabupaten Sikka dan beberapa kabupaten tetangga. Pada tahun 1964 Pelabuhan Maumere resmi di buka menjadi Pelabuhan Umum dengan status Perusahaan Badan Usaha Pelabuhan (Perusahaan Negara - PN) untuk melayani semua masyarakat.
Menjawabi tuntutan tersebut maka pada tahun 1965 batas-batas tanah Pelabuhan diserahkan kepada Perusahaan Negara (PN).
Pada tahun 1967, tahun pertama masa jabatan Bupati L. Say, untuk pertama kali dibangun jembatan/dermaga sepanjang 10 m. Pembangunan ini dilaksanakan oleh Perusahaan Negara yang bekerja sama dengan Pemerintah Daerah Tk. II Sikka. Usai tahapan ini, kapal-kapal dan perahu layar dapat bertambat atau berlabuh dan melakukan kegiatan bongkar/muat barang serta turun-naiknya penumpang.
Tahun 1974 Kantor Pelabuhan dibangun secara permanen. Berdasarkan PP Nomor : 58 tahun 1991 Pemerintah mengubah bentuk badan hukum dari PN menjadi berbentuk PERUM Pelabuhan; dan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor ; KM.47 tahun 2004 tentang Pelabuhan Laut yang diselenggarakan/dioperasikan oleh PT.(PERSERO) Pelabuhan Indonesia III. Di Propinsi Nusa Tenggara Timur pada waktu itu ada 6 Pelabuhan yaitu Pelabuhan Tenau-Kupang, Waingapu Sumba Timur, Ende, Maumere-Sikka dan Kalabahi-Alor termasuk pelabuhan laut yang diusahakan perubahan bentuk dan statusnya dalam wilayah oprasional tersebut.
Keputusan Direksi Nomor : 724/KPTS.BL.382/P-92 tanggal 23 Desember 1992 menetapankan Pelabuhan Maumere sebagai Pelabuhan Cabang kls IV di bawah Manajemen PT. Pelabuhan Indonesia III (Persero). Surabaya. Selanjutnya pada tahun 1992 Pengelolaan Pelabuhan berubah menjadi perseroan terbatas PT.(PERSERO) Pelabuhan Indonesia III. Kantor Pusat Direksi berkedudukan di Surabaya.
Strategis, Lengkap dan Nyaman
Pelabuhan Maumere terletak pada posisi geograpi :08° 37´ 08″ dan 112° 13´ 00″ BT, Pelabuhan ini terletak di Propinsi Nusa Tenggara Timur Kabupaten Sikka -Maumere.
Kondisi hydro oceanografi. DLKR / DLKP Pelabuhan Maumere adalah sbb:
Pasang tertinggi : ± 2,00 LWS
Duduk tengah : ± 1,00 LWS
Muka Air rendah : ± 0,00 LWS
Gelombang Rata-rata : ± 0,50 m
Kecepatan arus dan angin : ± 7m/det dan 7,5 m/det
Arah arus dan angin : Selatan dan Utara / Barat daya.
Kedalaman kolam Pelabuhan : -8m LWS s/d -11 m Lws.
Kondisi inilah yangsangat memungkinkan Pelabuhan Maumere menjadi sebuah pelabuhan yang strategis dan nyaman untuk disinggahi. Selain posisi geografi dan hydro oceanografi, pelabuhan ini telah dilengkapi dengan sejumlah fasilitas antara lain: Dermaga 3 buah masing-masing L.15 m P. 60 m; Trestel panjang masing-masing 10 m; Bak reserpoie 2 buah masing-masing berkapasitas 300 m2; Terminal penumpang 2 buah dengan kafasitas tempat duduk masing-masing 300 kursi; dan Lapangan penumpukan seluas 4.500 m2.
Dermaga Pelabuhan Maumere dapat disandari kapal-kapal yang berukuran 20.000 GT
Dalam Program Jangka Panjang, PT. Pelabuhan Indonesia III (PERSERO) Cabang Maumere akan menambah Dermaga dan Lapangan Penumpukan untuk pelayanan operasional pelayanan mengingat semakin tahun pelabuhan maumere semakin padat disinggahi kapal perahu layar dan sarana tranportasi tradisional milik pelaut dan nelayan.
Berpacu dalam Visi dan Misi
VISI dan MISI PT.Pelabuhan Indonesia III (PERSERO) tahun 2010 adalah sebagai berikut :
Visi : Menjadi pelaku penyedia jasa kepelabuhanan yang prima berkomitmen untuk memacu integrasi logistik nasional.
Misi :
Menjamin penyediaan jasa pelayanan yang prima yang melampaui standar yang berlaku secara konsisten.
Memacu kesinambungan daya saing industri nasional melalui biaya logistik yang kompetitif.
Memenuhi harapan stake holders melalui prinsip kesetaraan dan tata kelola perusahaan yang baik (GCG)
Menjadikan SDM yang kompeten, berkinerja handal dan berbudi pekerti luhur.
Mendukung perolehan devisa Negara dengan memperlancar arus perdagangan.
Hinterlan
Perkembangan pelabuhan secara umum tidak terlepas dari pengaruh hinterland yang dapat berakses langsung ke pelabuhan seperti fasilitas transportasi, yang menghubungkan daerah-daerah di dalam kabupaten Sikka maupun antar kabupaten, hasil komoditi, pertanian, perikanan, industri, jumlah penduduk, dan tingkat kesejahreraan masyarakat Hinterlan yang dapat langsung mempengaruhi Perkembangan arus kunjungan kapal di Pelabuhan L.say Maumere sampai sekarang ini masih rendah sehingga apabila dibandingkan dengan daerah lain, walaupun Pelabuhan Maumere pada saat ini, belum banyak para investor yang melirik namun, tetap optimis, diharapkan pada tahun-tahun yang akan datang dapat bersaing dengan Pelabuhan-pelabuhan yang lain.(sumber: Humas & Pembangunan Setda Kab. Sikka)
[...] sejarah pelabuhan dan bandara tsb bisa membaca riwayat singkat sejarah singkat B. wai oti & P. Laut sadang bui dapat baca di sini. -8.616927 [...]
BalasHapusproficiat MAumere. semoga semakin jaya.
BalasHapuswah,..ternyata ada bandar udara yang namanya unik ni.hehee
BalasHapushebat deh indoneisa,..maju terus
oya,..klo disebut bandar udara air biyawak.
baguss tuh.hehheh
Salam kenal
BalasHapusnama L.SAY itu di ambil dari nama siapa??
BalasHapusL.SAY itu di ambil dari nama siapa??
BalasHapussalam kenal juga
BalasHapusL.Say (Laurensius Say) Bupati Ke II Kab. SIkka
BalasHapusmantrp.........maju terus maumerequ...............
BalasHapusbagus......ada peningkatan........hehehehehe.......
BalasHapusBravo Maumere..........
BalasHapussaya sangat suak dgn perkembangan ini tapi jgn cuman bandara dan pelabuhan yg di rubah jadi bagus, kalok kesenian maumere di promosikan di pesta kesenian bali saya kira tdk menutup kemungkinan para investor asing berani menanamkan modal di maumere tercinta ini demi kemajuan maumere kedepannya kalok semua saudara2 setuju saya bisa usahakan supanya kesenian maumere bisa promosi di pesta kesenian bali
BalasHapusmau apa lagi.................
BalasHapusepen ko????
BalasHapusganti nama yang agak keren tuh...
BalasHapusmasa nama bupati.....
saya punya nama ke...
itu baru funky orang bilang.....