PEMERINTAH DAN GEREJA SEPAKAT TANGANI KONSERVASI LAHAN


  • oleh Lewar Kanisius


Kewajiban memperbaiki kualitas lahan dan hutan Pembakaran lahan dan hutan mengakibatkan kerusakan lingkungan, terganggunya tata air, musnahnya sumber plasma nutfah, berkurangnya keanekaragaman hayati yang merugikan masyarakat serta mengancam kehidupan manusia dan mahkluk hidup lainnya.
Sebagai upaya mengatasi kerusakan lingkungan dan lahan di kabupaten Sikka, pemerintah kabupaten Sikka dan pihak Gereja Keuskupan Maumere melalui lembaga sosio pastoral gereja lokal, Caritas Keuskupan Maumere telah sepakat untuk menggalang kerja sama dalam melakukan konservasi hutan dan lahan yang selama periode lebih dari sepuluh tahun terakhir mengalami kerusakan. Bupati Sikka Drs. Sosimus Mitang pada tanggal 2 November lalu telah megeluarkan sebuah Instruksi (Nomor 3/INST/HK/2009) yang ditujukan kepada para Camat, kepala Desa dan Lurah. Sementara Uskup Maumere Mgr. G. Kherubim Parera SVD juga telah menerbitkan Surat Gambala Advent dan Natal dengan mengusung tema Tingkatkan Pangan Lokal Dengan Pertanian Ramah Lingkungan.
Bupati Sikka melalui Instruksi tersebut antara lain mewajibkan seluruh masyarakat kabupaten Sikka melalui para Camat, Kepala Desa dan Lurah untuk melaksankaan konservasi tanah dengan system terasering sebagai upaya memperbaiki atau mempertahankan daya guna lahan dan kualitas air termasuk kesuburan tanah serta memperkecil aliran air pada permukaan tanah sekaligus untuk dapat menekan erosi tanah. Rakyat Sikka juga diwajibkan untuk dapat mencegah pembukaan lahan pertanian dengan system tebas bakar, tidak melakukan aktivitas yang menimbulkan kebakaran hutan dan lahan di dalam kawasan tersebut Dengan koordinasi para camat dan kepala desa serta para Lurah, masyarakat kabupaten Sikka perlu mengambil langkah konkrit dan secara koordinatif melakukan upaya pengamanan, penertiban, pelestarian lahan dan gangguan kebakaran lahan di dalam maupun di luar kawasan hutan. Dalam instruksi tersebut, Bupati Sikka meminta para Camat, Kepala Desa dan Lurah untuk sungguh bertanggung jawab terhadap pelaksanaan berbagai kegiatan itu dan dapat melaporakan pelaksanaannya kepada Bupati Sikka.

Gerakan Keluarga
Gaung kepedulian pihak gereja terhadap usaha membangun kedaulatan pangan telah menerobos kedalam.tiga poros kepedulian, yakni poros masyarakat warga, poros pasar, dan poros publik. Sikap gereja Keuskupan ini merupakan tindak lanjut terhadap rekomendasi Pertemuan Pastoral (Perpas) VIII Regio Nusra pada bulan Juli 2009. Rekomendasi para Uskup Nusa Tenggara selanjutnya dituangkan secara khusus dalam Surat Gembala Advent dan Natal 2009 Uskup Maumere Mgr. G. Kerubim Pareira, SVD. Uskup Pareira dalam Surat Gembala tersebut menyebut kampanye atau gerakan pangan lokal dan pertanian ramah lingkungan adalah inspirasi bagi para pemimpin, tokoh gereja dan umat dalam melaksanakan karya pastoral transformative yakni wujud konkrit dari karya penebusan Tuhan dalam tata dunia, khususnya hutan dan lahan yang menjadi tumpuan penghidupan umat manusia. Dengan alasan itu, kampanye ini juga disebut sebagai Gerakan Keluarga Menyelamatkan Dunia Sesuai Amanat Sang Penebus.
Dalam Surat Gembala 2009 ini Uskup Pareira menyampaikan 7 pesan pastoral yang menegaskan hal-hal konkrit yang perlu mendapat perhatian semua pihak. Ralitas kemiskinan dan kelaparan merupakan salah satu dampak yang paling dirasakan oleh warga masyarakat, justru bersumber dari pelbagai ketidakpahaman dan kelalaian dalam usaha peningkatan produksi pangan.

Ketujuh pesan pastoral tersebut, antara lain:

Pertama, umat hendaknya merasa bangga mengkonsumsi pangan lokal. Selain beras (nasi), jagung dan ubi-ubian merupakan kekayaan pangan lokal kita yang mesti dikembangkan dengan pengelolaan pasca-panen yang untuk menjadi santapan keluarga dan hidangan pada pelbagai acara.
Kedua, peningkatan produksi pangan lokal hendaknya menjadi pilihan utama saat ini, karena sesuai dengan kondisi alam lingkungan kita.
Ketiga, system terasering, penggunaan pupuk organic serta penanaman tanaman penguat teras, harus pula menjadi kebiasaan yang baik dan dimulai sejak sekarang.
Keempat,, umat hendaknya meninggalkan kebiasaan ladang berpindah, tebas bakar serta kesengajaan untuk membakar hutan dan bukit untuk berbagai keperluan agar alam kita tetap kelihatan indah dan baik sebagaimana diberikan oleh Tuhan kepada kita dan dengan demikian kita tidakmemberikan kontribusi pasa pemansan global yang mencemaskan dunia saat ini.
Kelima, menanam sebanyak mungkin pohon di kebun-kebun yang tidak digarap untuk tanaman pertanian agar menjadi hutan keluarga yang kelak dapat dibanggakan oleh anak cucu kita.
Keenam, menanam pohon di sekirat rumah sebagai peneduh sekaligus menjadi sumber sayur dan buah yang amat kita perlukan.
Ketujuh, Hendaknya para penyuluh pertanian, para guru dan fungsionaris pastoral dapat memberikan pemahaman yang terus menerus kepada para petani, anak didik dan umat tentang pertanian yang ramah lingkungan agar mereka tahu dan termotivasi untuk memulainya dari sekarang.

Tantangan untuk semua
Kondisi riil yang kita hadapi saat ini adalah telah terjadinya kekeringan yang berkepanjangan, kekurangan air serta kualitas tanah yang semakin tidak subur adalah tantangan bagi kita semua yang harus dihadapi. Sementara di sisi lain, kita juga terus berjuang untuk meningkatkan produksi pangan lokal yang semakin memuaskan. Menghadapi persoalan ini, Uskup Kerubim Pareira mengajak pemerintah kabupaten Sikka, Gereja Keuskupan Maumere dan seluruh komponen masyarakat agar tidak bersikap pasrah atau bermasa bodoh terhadap kondisi yang ada melainkan segera membangun komitmen bersama dalam mencari cara-cara yang tepat guna mendukung mendukung pola pertanian yang ramah lingkungan, penggunaan pupuk organic, menghentikan kebiasaan tebas bakar dan pola ladang berpindah. Salah satu system yang paling dianjurkan adalah sistim Terasering. Sistim ini merupakan pilihan yang cocok atau sesuai dengan topografi lahan dan hutan kabupaten Sikka yakni tingkat kemiringan yang cukup tajam. Upaya pemulihan dan peningkatan kualitas lahan dan hutan ini menjadi kewajiban semua pihak sebagai wujud tanggung umat manusia yang telah dengan sengaja atau tidak, telah merusak lingkungan alam, anugerah dari Sang Pencipta kepada segenap umat manusia di atas bumi ini.
Pelaksanaan program dan kesepakantan bersama ini juga mendapat dukungan pemeritah kabupaten Sikka berupa subsidi Beras Kerja. Warga masyarakat yang melakukan kegiatan konservasi atau mengerjakan kebunnya dengan membuat terasering, menanam pohon dan tanaman komoditi atau mengerjakan fasilitas pelayanan umum akan mendapat jatah beras ini.
Dalam pertemuan koordinasi yang berlangsung Rabu, 27/1/2010, Bupati Sikka Drs. Sosimus Mitang akan menerbitkan landasan kebijakan berupa instruksi yang mengatur pembagian beras kerja ini. (Leka)

4 komentar:

  1. izin survei..om :)

    BalasHapus
  2. kabupaten sikka harus dibangun dari alamnya bukan dari kemajuan teknologi....lanjutkan.

    BalasHapus